Malam Prom Nite 'Ada Apa Dengan Melly' Bukan Perpisahan Tetapi Sampai Jumpa Lagi

oleh: zizi hashim

"Ku ingin nikmati, Segala jalan yang ada di hadapku, Kan ku tanamkan cinta 'tuk kasihku, Agar ku bahagia!"

Ingin saya lukis semua manis dan magis pada sebuah malam yang luar biasa itu Di tengah-tengah kerumunan lautan manusia yang membanjiri Axiata Arena pada malam 31 Mei 2025, saya berdiri tegak dalam balutan gaun gemerlap mengikut tema. Jantung berdegup lebih kencang dari kebiasaan. Di sebelah, sahabat-sahabat rapat media menjadi saksi kepada malam yang akhirnya melengkapkan trilogi perjalanan cinta saya terhadap Melly Goeslaw. Sebuah malam yang mencantum semula kepingan hati yang pernah retak oleh lirik-lirik Melly Goeslaw. Bukan kerana nostalgia semata, tetapi kerana ada sesuatu tentang Melly, tentang caranya membingkai cinta, kehilangan dan harapan, yang terlalu dekat untuk diabaikan.

Prom Nite. Satu tema yang kedengaran remeh bagi yang belum pernah menyelami muzik Melly, tetapi bagi kami yang hidup dengan lirik-lirik ciptaannya, ia lebih daripada sekadar gaun berkilau atau tuxedo sempit. Ia simbol penutup, sekaligus klimaks kepada kisah 3 tahun berturut-turut di mana Melly menjelma bukan sebagai penyanyi, namun pendamping emosi kami. Dari Back To School ke Malam Graduasi dan akhirnya ke malam yang serasa seperti terakhir ini.

Terlambat untuk menghadiri yang pertama, tak sempat menangkap euforia awal, namun malam kedua menyambut saya seperti teman lama. Dan malam ketiga ini, Prom Nite, saya tahu tidak boleh dilepaskan. Saya berdiri bersama harapan untuk berada dekat dengan sosok yang telah lama mendefinisikan luka dan cinta dalam hidup remaja. Ada lagu yang sama dari tahun lepas. Namun tetap, “Jika”, “Gantung”, “Denting”, "Bimbang" semuanya seperti dibisikkan buat kali pertama. Ada juga lagu baru yang sebelumnya belum melekat di bibir kami, seperti “Jangan Pernah Berubah” bersama Dinda Ghania. Lagu itu, walau asing pada awalnya, mengalir perlahan menjadi milik seluruh khalayak. Saya ulang dengar malam-malam sebelumnya, hafal liriknya kerana saya tahu, Melly bukan pencipta sembarangan. Setiap katanya mampu tinggal diam-diam di dalam hati. 

Melly malam itu, tampil dalam busana bercahaya, 3 persalinan semuanya, seperti bintang yang ingin menari bersama gaun malam. Meski kelihatan dia tidak sepenuhnya sihat, ada momen dia menyerahkan mikrofon pada seluruh ruangan arena. Kami, para peminat yang datang dengan suara garau, mengisi ruang-ruang kosong yang Melly tidak sempat penuhi. Tidak mengapa. Melly hadir, dan itu sudah cukup untuk semua fanatika. Lagu-lagunya adalah suara 8,000 jiwa yang hadir juga.

Saya perhatikan, Melly malam itu lebih lembut, lebih rapuh, dan dalam masa yang sama juga lebih jujur. Saat lagu "Sampai Ku Menutup Mata" dilantunkan, Melly mendekati suaminya, Anto Hoed, lalu mendakap dan serentak mencium dahi lelaki itu, ada cinta yang lama tertanam, akhirnya dibiarkan mekar di hadapan kami semua. Di konsert sebelum ini mereka lebih profesional, kurang sentuhan peribadi. Tapi malam ini, mereka seperti mengakui, di sebalik muzik dan penciptaan, ada hubungan yang diam-diam menjadi pusat seluruh semesta ini.

Antara sorotan yang membuat jantungku sesak, Melly mendendangkan lagu-lagu ikon Malaysia. “Isabella”, “Janji Manismu”, “Betapa Ku Cinta Padamu”. Dia menjadikan pentas itu bukan sekadar miliknya. Dia menjemput kita semua masuk ke dalam cerita yang lebih besar. Lagu-lagu itu dinyanyikan dengan nafasnya sendiri, namun saya tahu, setiap bait menyimpan tribute penghormatan. Dan ketika Siti Nurhaliza serta Amy Search berdiri menonton, sing-along, turut berdansa dengan senyum, terasa seperti seluruh industri muzik dunia merapat tanpa sempadan.

Aina Abdul malam itu, bak bayang-bayang kekuatan wanita yang lahir daripada seni Melly sendiri. Lagu “Cinta” disampaikan dengan elegan, lalu dia berpadu suara bersama Melly dalam “Hey Ladies” meraikan semangat perempuan dan persahabatan. Dhinda Ghania pula, suara muda yang membawa legasi. Menerusi lagu “Bunda”, Saya melihat seolah satu estafet seni diserahkan perlahan dari tangan Melly ke generasi seterusnya.Ya, mikrofon kadangkala bergema dan tidak jelas. Saya hanya dapat menangkap wajah dan ekspresi, bukan sepenuhnya suara. Tetapi, jujur, saya tidak datang untuk sistem bunyi yang sempurna. Saya dan semuanya datang untuk merasai, menjiwai, dan rasa itu, tetap sampai, meski terhalang gema.

Nuansa konsert kali ini sangat intim, banyak lagu rancak yang penuh energi dihidangkan. Para khalayak yang hadir semua menyanyi dan menari sama sepertinya tak ubah satu party prom nite pada skala yang sangat besar. "Tak Tahan Lagi", "Ingin Mencintai Dan Dicintai", "Di Mana Malu Mu", "Let's Dance Together", "Bagaikan Langit" adalah antara lagu-lagu disko rancak ciptaan Melly yang buat saya hilang ingatan sebentar malam itu. Seluruh Axiata Arena bergema dan selayaknya malam Prom diraikan, sebegitulah yang saya rasakan tidak lebih tidak kurang. Just nice!

Ada apa ya dengan Melly? Sesuatu yang tidak boleh saya jelaskan hanya dengan fakta. Ya, dia ratu muzik, ya dia punya katalog lagu melimpah ruah, dan ya, dia seorang seniwati yang menyatu dalam irama dan teks. Namun menurut saya, Melly adalah ruang perlindungan. Lagu-lagunya jadi tempat saya berlindung dari dunia yang terlalu bising. Sebagai salah seorang penonton di antara yang ramai, saya merasakan dunia seakan berputar perlahan, sejarah dan masa bertaut dalam satu detik maha syahdu.

Malam itu tentunya belum sempurna sebelum kelibat Rangga — ya, Nicholas Saputra, melangkah ke pentas. Nicholas Saputra muncul tiba-tiba, seperti dari halaman skrip yang sudah lama ditutup. “Rangga” dalam tubuh dewasa, membaca puisi dengan intonasi yang menggetarkan seluruh ruang. Dia membaca puisi dengan suara yang seolah mengangkat kembali semua rasa dari filem Ada Apa Dengan Cinta. Rasa sebak dan terharu datang perlahan. Tidak perlu pengakuan cinta untuk menitiskan air mata. Cukuplah Rangga dan sajaknya memecah sunyi di dada. Tak pasti puisi itu tentang siapa, atau apa, tapi ia mencuri sebahagian jiwaku. Semua di arena berdiri diam. Itu bukan hanya kerana Nicholas, tetapi kerana ada momen ketika puisi, lagu dan kenangan bertemu dan dari pertemuan itu, terciptalah keabadian kecil.

Konsert ini bukan terakhir. Ia adalah titik koma untuk sebuah cinta yang panjang antara saya dan karya Melly. Jika dia datang lagi, saya akan tetap hadir. Bukan hanya untuk mendengar lagu-lagunya, tetapi untuk mengalami semula perasaan yang hanya dia tahu bagaimana untuk dinyalakan. 

Seperti katanya sendiri, "Aku hanya ingin mencintai, aku hanya ingin dicintai, Walaupun banyak yang menentangku, Ku hanya ingin... Bahagia!" 

Dan saya percaya, malam itu, malam 31 Mei 2025, saya benar-benar bahagia. Terima Kasih Melly! Terima Kasih Icon! Menurut saya, ini bukanlah 'Selamat Tinggal' tetapi ini adalah 'Sampai Jumpa Lagi!'